Unselfie Project

unselfie

Kualitas empatik masyarakat jaman now makin terdegradasi. Michele Borba mengajak pembaca untuk menanamkan empati sebagai keunggulan karakter yang dapat diajarkan, dikembangkan, dipraktikan dan dihidupi sepenuhnya oleh generasi baru, anak-anak kita. Kemampuan berempati adalah fondasi dalam membantu anak-anak hidup dalam esensi yang lebih utuh: bahwa kita manusia yang memiliki ketakutan dan kepedulian yang sama dan karenanya layak diperlakukan secara bermartabat. Borba Mengatakan bahwa di era yang serba digital ini, kita mungkin telah melahirkan generasi muda yang cerdas dan percaya diri namun di saat yang sama, anak-anak jaman ini adalah generasi yang secara rekor paling self-centered, sekaligus paling sedih dan paling stress.

Membina anak-anak menjadi pembawa damai dalam masyarakat menjadi cita-cita kebanyakan orang tua. Cita-cita membawa damai ini kami bawa dalam nama anak-anak yang selalu tersirat makna “manusia pembawa damai.” Tetapi tidak semua pasangan mempunyai kesiapan sebagai orang tua. Sehingga skill terkait parenting berkembang dengan pendekatan learning by doing. Dan karenanya saya mendapati diri saya perlu belajar Unselfie dan buku di atas sebagai pemandunya.

Ketika membeli  Unselfie di Amazon Book Shop 2017 silam, saya punya imajinasi sendiri karena sub-judul tentang Bagaimana anak-anak yang empatis, sukses dalam dunia yang tua dan muda gandrung selfie – “dunia yang semuanya tentang aku” – Me World. Imaginasi saya sebelum membaca bukunya adalah tentang bagaimana strategi membina anak-anak yang tidak self-centric, gandrung akan wajahnya sendiri. Terus terang, ledakan kebiasaan selfie membuat perut mual. Sulit bagi saya untuk bergaul secara natural dengan orang yang hyper selfie. Saya mengarapkan buku ini menceritakan tentang bagaimana menyembuhkan generasi yang hyper selfie dan Me World.

Harapan saya sedikit meleset. Tetapi saya tidak kecewa karena inti kritik buku ini tetap sama bagaimana menyelamatkan planet ini dengan empati. Tentang bagaimana membuat dunia kita lebih baik, bukan karena utopia yang turun secara magis dari Surga, tetapi karena kita menciptakannya dengan revolusi empati dalam diri generasi yang baru – anak-anak kita.

Bertumbuh besar di Timor Barat, kita terbiasa menyelesaikan perbedaan pendapat  dengan konflik dan kekerasan. Perbedaan pendapat yang kecil membuat perpecahan. Saya teringat waktu pertama kali kami kembali ke Kupang setelah lima tahun dari luar negeri, tepatnya paruh akhir 2012, bungsu kami yang sangat gaul sering bermain bersama anak-anak tetangga di dekat kontrakan kami. Ritual tiap hari yang sering kami nguping pembicaraan anak-anak adalah “Lu mau bakalai deng beta? [kamu mau nantang saya berkelahi?] sering kali dijawab dengan cool tanpa emosi tanpa pride yang terluka dengan “Beta hanya mau bakawan deng lu” [Saya hanya mau berteman dengan kamu]. [Sejak awal, saya sering mendorongnya latihan ilmu bela diri. Bukan karena alasan self-defense semata tetapi untuk belajar konsentrasi dan bagian dari mengolah emosi dalam kelompok].

Setelah lama berorganisasi dan berinteraksi dalam banyak sekali konteks dan tempat, saya mencoba mengingat kembali model interaksi individu dalam kelompok dan bagaimana skill dasar dalam hidup sehari-hari seperti resolusi konflik menjadi sangat penting. Dalam guyonan kami sebagai orang Protestan di Timor, bahwa mentalitas protestan berjiwa separatis. Begitu beda pendapat dalam sebuah komunitas seperti gereja, orang dengan gampang membuat gereja baru, jemaat baru, sekolah baru. Mentalitas yang sulit menghargai struktur dan sistim yang coba dibangun perlahan.

Kembali ke buku UnSelfie, pesan buku ini dapat terlihat dalam daftar isi buku tersebut.

 

  • Pendahuluan: Keunggulan tersebunyi dari empati dan mengapa itu penting bagi anak-anak
  • Bagian 1: Mengembangkan empati.
    • Anak-anak yang empatik, dalam mengenali perasaan: mengajarkan kecerdasan emosional
    • Anak-anak yang empatik memiliki identitas moral: mengembangkan code etis
    • Anak-anak yang empatik memahami kebutuhan orang lain: menanamkan perspektif dan belajar memahami bagaimana berada dalam situasi orang lain.
    • Anak-anak yang empatik memiliki imajinasi moral: membaca demi mengelolah empati
  • Bagian 2: Mempraktekan empati.
    • Anak-anak yang empatik dapat mempertahankan karakter keren mereka: bagaimana mengelolah emosi dan berhasil dalam self-regulation
    • Anak-anak yang empatik mempraktekan kebaikan: kembangkan dan latihan kasih sayang tiap hari
    • Anak-anak yang empatik memikirkan soal “kita” dan bukan “mereka”: mengelolah empati melalui kerja sama team dan kolaborasi
  • Bagian 3: Living empathy.
    • Anak-anak yang empatik kerap mencoba berinisiatif dalam mempromosikan keberanian moral
    • Anak-anak yang empatik ingin membuat perbedaan: bertumbuh sebagai changemakers dan percaya pada kepimimpinan yang altruistik.
  • Epilogue: Keunggulan empati: 7 cara kreatif dalam memberi anak-anak ruang untuk berhasil

Saya merekomendasikan buku setelab 262 halaman ini bagi para guru sekolah dasar dan taman kanak-kanak.

Dalam sebuah diskusi film dengan mantan pacar saya beberapa hari lalu, tanpa sadar si Bungsu kami suka dengan kutipan-kutipan filosofis, menambahkan bahwa “hari ini banyak orang dewasa yang berperilaku ibarat bayi-bayi yang terjebak dalam tubuh orang dewasa.” [Saya berharap dia tidak mengikuti perkembangan politik di Tanah Air]. Rupanya itu didapat dari dialog dalam persiapan tugas Drama di sekolahnya tentang Emotional Roller Coaster,  manakala gurunya bicara soal sebuah karakter dalam drama.

Lepas dari pesan terkait pentingnya Unselfie dan sentralitas empati dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bersolidaritas sesama manusia dalam jagad yang sepi ini, Unselfie juga wajib dimaknai dalam konteks perjuangan kesederajatan dan kesetaraan dalam banyak dimensi kemanusian. Empati bukan hanya soal masa depan anak-anak. Keselamatan planet ini bergantung pada sikap empati kita pada sesama, pada ekologi, pada kemanusiaan.

Jangan lupa beli atau pinjam bukunya.

Salam

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: